Senin, 20 Januari 2014

Pungutan Internet Tinggi, FPI dan APJII Datangi MK

Dibaca: 9552
Komentar : 0
Shutterstock
Ilustrasi pengguna internet.
JAKARTA, KOMPAS.com - Front Pembela Internet (FPI) dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mendaftarkan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor telekomunikasi, Jumat (17/1/2014).

Uji materi itu ditujukan terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (UU PNBP) dan Pasal 16 dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi).

Juru bicara FPI, Suwandi Ahmad mengatakan, dua UU ini inkonstitusional karena telah melanggar hak berusaha dan hak mendapatkan informasi. Dalam industri telekomunikasi ada berbagai macam PNPB, yaitu Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) frekuensi, telekomunikasi, jasa telekomunikasi, dan konten.

"Industri telekomunikasi, khususnya penyedia jasa internet, merasa terlalu terbebani oleh berbagai biaya BHP," kata Suwandi dalam siaran pers yang diterima KompasTekno.

Selain itu, menurut Suwandi, rumusan tarif BHP jasa telekomunikasi dinilai tidak fair, karena dihitung 1% dari pendapatan kotor (revenue). Sedangkan pajak pendapatan badan saja dihitung berdasarkan keuntungan (pendapatan dikurangi pengeluaran).

Selain itu, pendapatan-pendapatan dari usaha sampingan, yang sebenarnya dari usaha non-telekomunikasi, juga dihitung sebagai revenue yang menjadi obyek BHP.

"Masalah hukumnya adalah, besaran dan tarif BHP itu ditentukan sesuka-sukanya oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)," tegas Suwandi.

FPI dan APJII menyoroti pasal 2 dan pasal 3 UU 20/1997 tentang PNBP yang mengatakan bahwa jenis dan tarif PNPB selain yang disebut dalam UU tersebut, dapat diatur melalui Peraturan Pemerintah. Hal ini dinilai inkonstitusional karena bertentangan dengan pasal 23A UUD 1945 yang mengatakan “pajak dan segala pungutan memaksa lainnya diatur dengan Undang-undang."

"PNPB adalah salah satu pungutan memaksa, maka tak boleh diatur oleh PP," Suwandi melanjutkan.

Pungutan-pungutan ini bukan hanya mengurangi keuntungan pebisnis internet, tapi juga membuat industri sulit berkembang dan berekspansi. Tercatat, ada 12 perusahaan penyelenggara jasa internet yang ditutup oleh Kemenkominfo karena tidak mampu membayar BHP.

Karena itu, FPI dan APJII berharap Kemenkominfo mempertimbangkan penundaan pungutan BHP Telekomunikasi selama proses hukum di MK ini berlangsung. "Kami juga meminta DPR RI menunda pembahasan RUU Penerimaan Negara Bukan Pajak yang masuk dalam daftar prolegnas 2014 selama proses hukum berlangsung," tutur Suwandi.

Kenaikan harga dan kesenjangan informasi

Menurut Suwandi, berbagai pungutan pada industri internet ini akan berdampak pada kenaikan harga yang harus ditanggung konsumen. Selain itu, hal ini akan menimbulkan kesenjangan digital, yaitu kesenjangan terhadap akses internet antara warga yang mampu dan kurang mampu.

"Pertumbuhan pengguna internet Indonesia saat ini baru mencapai sekitar 20% dari masyarakat Indonesia. Artinya, 80% masyarakat Indonesia tak punya akses internet," tegas Suwandi.

Kesenjangan digital akan mengakibatkan kesenjangan informasi, yang berarti kesenjangan mendapat pengetahuan, kesenjangan mendapatkan kesempatan usaha (misalnya usaha online), maupun kesenjangan untuk menyuarakan pendapat dan masalah yang dihadapi.
Editor: Reza Wahyudi






kesimpulan: seharusnya pemerintah harus dapat menyelaraskan harga internet agar dapat terjangkau je semua user dan harus sepadan terhadap kecepatan yang diperuntukan kepada user

sumber: kompas

Gawat, 95 Persen ATM Masih Pakai Windows XP


Ilustrasi.
KOMPAS.com — Microsoft akan segera menghentikan dukungan teknis untuk Windows XP pada 8 April 2014. Hal ini bukan hanya akan berdampak pada pengguna komputer individual dan perusahaan, melainkan juga pada mesin anjungan tunai mandiri (ATM).
Sebagaimana dilaporkan oleh Bloomberg Businessweek, sekitar 95 persen mesin ATM di seluruh dunia masih menggunakan OS lawas yang sudah berumur 13 tahun itu.  Mesin-mesin tersebut akan turut kehilangan update penting berupa patch sekuriti untuk melindungi sistem dari virus, spyware, dan aneka bentuk serangan cyber lainnya.

"Ada banyak mesin ATM yang komponennya mesti di-upgrade, atau dihentikan penggunaannya dan dijual ke pasaran bekas, atau dibuang sama sekali," ujar Suzanne Cluckey, editor portal berita ATM Marketplace yang menyajikan informasi seputar industri terkait.

Mesin ATM memang menggunakan komputer yang bertugas memproses informasi di balik layar. Seperti PC, komputer ini menjalankan sistem operasi desktop.

Masalahnya, memperbarui sistem operasi di mesin ATM bukan hal yang mudah. Hanya beberapa ATM model terbaru yang bisa di-update lewat jaringan ke OS yang lebih baru, yaitu Windows 7, yang juga telah berumur lebih dari 3 tahun. Mesin-mesin yang lebih tua harus didatangi satu per satu. 

Di Amerika Serikat, diperkirakan baru sekitar 15 persen mesin ATM yang dimigrasikan ke Windows 7 saat dukungan terhadap XP berakhir pada 8 April, menurut Aravinda Korala, CEO perusahaan penyedia software ATM, KAL. "Dunia ATM belum siap, dan itu hal yang umum," ujarnya.

Rawan serangan

Layaknya komputer, OS Windows pada mesin ATM bisa menjadi korban serangan cyber. Pada 2008 lalu, misalnya, firma keamanan Network Box mendemonstrasikan bahwa seorang peretas bisa membaca nomor kartu nasabah berikut angka transaksi dan jumlah saldo dengan mencegat komunikasi melalui jaringan.

Peneliti dari Information Risk Management juga pernah mengambil alih mesin ATM dengan trik peretasan dan membukanya untuk mengambil uang.

Apabila OS Windows di ATM tidak diperbarui, mesin yang bersangkutan akan tetap berfungsi dan bisa menjalankan transaksi. Namun, ATM tersebut akan menjadi lebih rentan terhadap serangan cyber. Meski begitu, saldo nasabah tetap aman di bawah perlindungan bank.

Pemilik ATM yang menggunakan versi "ringan" dari Windows XP bernama "Windows XP Embedded" bisa sedikit bernapas lega karena dukungan Microsoft untuk varian ini masih akan berlanjut hingga awal 2016. Walau demikian, upgrade mutlak diperlukan karena masalah sistem pendukungyang dihentikan ini cepat atau lambat akan datang juga.




pendapat saya: memang seharusnya setiap mesin atm diseluruh belahan dunia harus tetap terjaga kondisinya secara fisik mau komponen perangkat lunak yang menunjang sistem mesin atm tersebut,maka dari itu mesin atm harus selalu up to date sesuai dengan perkembang teknologi yang ada agar tidak hal-hal yang tidak di inginkan seperti kecolongan data,virus,spyware,cyber,smua harus di selaraskan kembali agar tetap terjaga keamanannya