Kamis, 27 November 2014

Kampung Diatas Awan Wae Rebo

Kampung Diatas Awan Wae Rebo



Letaknya tak terlihat dari keramaian dengan pegunungan hujan tropis dan lembah hijau yang mendekap hangat dusun ini. Adalah Wae Rebo, sebuah dusun yang menjadi satu-satunya tempat mempertahankan sisa arsitektur adat budaya Manggarai yang semakin hari semakin terancam ditinggalkan pengikutnya. Wae Rebo berada di Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Satarmese Barat, Desa Satar Lenda.  Di sini, satu desa dengan desa yang lainnya jauh terpisah lembah yang menganga di antara bukit-bukit yang berkerudung kabut di ujung pohonnya. Dusun Wae Rebo begitu terpencil sehingga warga desa di satu kecamatan masih banyak yang tak mengenal keberadaan dusun ini. Seperti Kampung Denge, desa terdekat ke Wae Rebo belum seutuhnya menjadi desa tetangga karena belum semua pernah ke Wae Rebo. Sementara warga Belanda, Perancis, Jerman, hingga Amerika dan beberapa negara Asia sudah sangat terperangah keindahan kampung yang rumahnya seperti payung berbahan daun lontar atau rumbia yang disebut mbaru niang.




Berkembangnya penduduk Wae Rebo membuat keberadaan sebuah desa baru dirasakan harus dibina. Sebagian masyarakat Wae Rebo dibagi tempatnya dengan desa baru yang disebut Kombo. Tak banyak wisatawan mengetahuinya, walau Kombo dan Wae Rebo adalah masyarakat yang sama. Akan tetapi, karena lingkungannya dipertahankan sesuai aslinya, Wae Rebo seolah permata di atas lumpur. Kombo dipandang berbeda karena tidak berasal dari leluhur yang merintis keberadaan kampung itu.

Warga paruh baya dan anak-anak sekolah tinggal di Kombo, sedangkan orang tua dari para pria muda serta belasan tahun yang menginjak dewasa tinggal di Wae Rebo. Mereka semua memiliki kepercayaan yang sama. Katolik adalah agama yang dipeluk masyarakatnya, walau kepercayaan animisme masih kental terasa dalam kehidupan mereka.

Perjalanan menuju desa Wae Rebo dimulai dari Jakarta ke Labuan bajo. Akses untuk menuju Labuan bajo dapat dari Bali,Lombok,kupang dan kota-kota lainnya. Semakin banyak akses menuju Labuan bajo membuat wae rebo semakin dikenal di dalam negeri. Dari Labuan bajo perjalanan dilanjutkan ke ruteng dapat ditempuh menggunakan mobil pribadi maupun bus antar kota. Kalau ingin menggunakan bus biayanya kurang lebih 30-60 ribu rupiah. Perjalanan menuju ruteng disuguhi pemandangan padang savanna versi Indonesia yang menarik untuk dikunjungi. Setelah sampai di ruteng perjalanan dilanjutkan ke dusun dintor,dalam perjalanan kesana jalannya cukup curam hanya dapat dilalui 2 mobil saja. Saat perjalanan menuju dusun dintor wisatawan akan disuguhi pemandangan kabut. Setelah sampai di dusun dintor,terkadang para wisatawan beristirahat sejenak di perumahan milik warga yang dapat disewa seharga 200.000/malam termasuk 3 kali makan. Penginapan yang di sediakan oleh warga dintor biasanya memiliki pemandangan ladang sawah karena mayoritas warga dintor adalah petani. Setelah beristirahat perjalanan dilanjutkan dengan mobil menuju desa kombo baru dapat ditempuh dengan waktu 10 menit,setelah sampai para wisatawan menanjak selama 4 jam naik dan 2-3 jam untuk turun dari desa Wae rebo.

Pada buku “Pesan dari Wae Rebo”, Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia Profesor Gunawan Tjahjono menulis, tata letak rumah-rumah di dusun Wae Rebo menggambarkan mereka tidak pernah terlibat peperangan dengan pihak manapun.  Ini lah yang berbeda dengan kebanyakan sistem desa tradisional di Indonesia yang memiliki pola pertahanan desa.  Apalagi, masyarakat Wae Rebo juga tidak mengenal peralatan persenjataan kecuali alat bercocok tanam. Mereka memilih ‘terpencil’ untuk lebih dekat dengan alam. Masyarakat Wae Rebo ramah dan terbuka terhadap pelancong karena tidak mengenal kultur berperang, warga lokal Wae Rebo relatif ramah dan bersahabat dengan pelancong. Mereka memang mengasingkan diri, tapi terbuka kepada tamu yang datang berkunjung.  Poin ini mungkin akan sedikit menghilangkan ketegangan pelancong yang ingin mengalami kehidupan singkat di antara masyarakat yang masih teguh memegang adat istiadat. Pada saat wisatawan yang berkunjung dengan menggunakan mobil pribadi da nada warga yang “meng klakson” di daerah flores dan sekitarnya berarti “halo/permisi”.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar