Menyikapi Pengelolaan Hutan Indonesia
Advertorial - detikNews
Jakarta - Berapa hari belakangan
ramai di media massa tentang kedatangan aktor Holywood senior, Harrison
Ford, ke Indonesia. Kedatangannya dalam rangka pembuatan film documenter
Years of Living Dangerously. Untuk keperluan syuting film tersebut dia telah
blusukan
ke beberapa tempat, salah satunya ke Taman Nasional Tesso Nilo, Riau.
Melihat kondisi hutan di Tesso Nilo yang telah menjadi ajang perambahan
hutan, Harrison Ford berang.
Bagaimana mungkin
kawasan
hutan yang semula 83 ribu hektar, berubah menjadi 20 ribu hektar.
Menyempitnya luasan hutan tersebut dikarenakan perambahan hutan oleh
oknum tertentu untuk perkebunan kelapa sawit ilegal. Harrison tambah
geram ketika dia mengetahui bahwa nyaris tidak ada penegakan hukum dari
Pemerintah Indonesia untuk menindak para pelaku perambahan tersebut.
Menanggapi kegeraman Harrison tersebut, Ketua Unit Kerja Presiden Bidang
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Kuntoro Mangkusubroto,
dalam suatu wawancara yang di muat oleh Majalah Tempo edisi 22 September
2013, mengungkapkan bahwa akar masalahnya adalah
ketidakmampuan
kita menjaga kawasan tersebut dari aksi perambahan. Kuntoro
mengungkapkan bahwa kawasan yang luas tersebut hanya dilengkapi satu
mobil operasional, dan dua kantor kepala seksi.
Kondisi Tesso Nilo, boleh dibilang merupakan representasi dari kondisi
sebagian besar Taman Nasional kita, demikian ditambahkan oleh Kuntoro,
karena masih banyak kondisi Taman Nasional yang belum terungkap dan
diekspose di media. Kondisi Taman Nasional Berbak di Jambi dan Taman
Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah pun menghadapi persoalan yang tak
berbeda.
Kerusakan hutan dan Taman Nasional di Indonesia tentu sangat
mengkhawatirkan kita. Tentu kita telah menyadari tentang peran vital
hutan bagi kehidupan manusia, yaitu mengurangi emisi karbon dan
menghasilkan oksigen. Belum lagi fungsi hutan sebagai daerah serapan
air. Melihat peran hutan tersebut, banyak negara yang tidak lagi
mempunyai hutan, bersedia membayar untuk mendanai Indonesia menjaga
kualitas hutannya. Melalui skema REDD+ misalnya.
Namun, sebagai salah satu pemilik hutan yang terluas, seringkali kita
abai terhadap kondisi hutan kita. Penjarahan hutan terjadi dimana-mana,
dengan beragam pelaku, mulai dari masyarakat sekitar hingga perseroan
bermodal besar. Motifnya pun beragam, mulai dari menebang hutan untuk
mendirikan rumah, membakar hutan untuk menambah lahan perkebunannya,
hingga merambah hutan untuk proses produksi.
Anggaran Kementerian Kehutanan Tahun 2013 sesuai Anggaran Pendpatan dan
Belanja Negara (APBN) Tahun 2013 berjumlah Rp 6,7 triliun. Sedangkan
anggaran untuk perlindungan kawasan hutan hanya sebesar Rp 1,78 triliun.
Bukan jumlah yang besar untuk mengawasi area seluas 136 juta hektare
dan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Pun halnya dengan tenaga
pengamanan hutan, yang berdasarkan Statistik Kehutanan tahun 2011, hanya
berjumlah 11.412 personil. Jumlah tersebut merupakan jumlah total
Polisi Hutan (Polhut), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan Tenaga
Pengamanan Hutan Lainnya (TPHL). Sungguh bukan perkara yang mudah untuk
menjaga agar hutan kita tetap lestari.
Dibutuhkan banyak dana, tenaga dan sarana prasarana yang
memadai
untuk menjaga kawasan seluas ratusan juta hektar tersebut. Negaralah
yang harus menanggung biayanya. Lalu dari mana negara mencukupi
kebutuhan dananya? Sebagai penyumbang terbesar penerimaan negara, pajak
adalah jawabannya. Dengan proporsi 70% dari anggaran negara yang berasal
dari pajak, fungsi budgetair memegang peranan penting dalam menjaga
aset nasional seperti hutan. Melalui pajak, masyarakat dapat
berpartisipasi aktif dalam menjaga kelestarian hutan.
Ketika pajak yang
terhimpun
semakin banyak, negara mempunyai keleluasaan untuk mengatur
anggarannya. Kementerian Kehutan pun dapat lebih optimal dalam mengawasi
hutan dan Taman Nasionalnya, sehingga Harrsion Ford
ngga perlu
sewot
lagi. Untuk mengoptimalkan penggunaan uang pajak, masyarakat dapat
mengawasi pemakaian anggaran melalui wakilnya di DPR. Alokasi uang pajak
senantiasa diputuskan melalui APBN.
Tunggu apalagi, lunasi pajak Anda, dan
awasilah penggunaannya saat ini juga. Pajak menyatukan hati, membangun negeri.
Opini: Penebangan,penanaman hutan secara ilegal memang seharusnya menjadi perhatian yang sangat khusus di negri ini. banyak oknum-oknum yang menyelewengkan dan merubah fungsi utama hutan. hutan di babat habis tanpa memperdulikan nasib ke depannya. pemerintah harus merubah cara atau sistem penjagaan dan hukum mengenai hutan dengan seksama dan bijak agar semua pihak bisa sadar akan pentingnya hutan tersebut. karena dana yang sudah dikeluarkan dari pusat pun juga sudah begitu banyak,dan harus di manfaatkan sebaik-baiknya tanpa ada niat untuk di korupsi sedikit pun. semua ini harus dilakukan dengan tegas demi kehidupan kita dan anak cucu kita di masa depan kelak.
sumber: detik.com